Proses penuaan memang tak bisa dihindari oleh siapa pun. Namun, seiring kemajuan ilmu kedokteran dan teknologi, kini sudah ada disiplin ilmu kedokteran anti-aging yang mengkaji usaha pencegahan terhadap proses penuaan.
Dalam dunia medis, anti-aging bukan sekadar menciptakan kulit wajah menjadi mulus dan tampak muda kembali. Lebih dari itu, disiplin ilmu ini bertujuan membantu hidup manusia lebih lama, sehat, dan bahagia. Dengan demikian, populasi orang tua yang sakit-sakitan akan berkurang.
”Sepanjang tahun, populasi aging selalu meningkat, khusus di Indonesia meningkat 400 persen sejak 1990. Harus ditekan agar tidak menjadi beban bagi generasi selanjutnya,” kata Widya Murni, pakar anti-aging dari Jakarta Anti Aging Center.
Namun, pencegahan penuaan tidak boleh sembarangan dilakukan. Selain itu, Anda jangan mudah terpengaruh oleh iklan-iklan produk anti-aging yang menjanjikan khasiat luar biasa dalam waktu singkat. ”Iklan-iklan hanya menawarkan obat pemoles wajah, bukan untuk mencegah penuaan,” kata Deby Susanti Vinski, Direktur Perfect Beauty Anti-Aging Clinic, Jakarta.
Menurut Deby, produk-produk semacam itu biasanya hanya bekerja pada area tertentu, seperti wajah. Padahal, serangan penuaan terjadi secara menyeluruh dalam satu sistem tubuh. ”Kalau hanya mengandalkan produk kecantikan, kulit wajah tampak muda, tapi fungsi tubuh yang lain belum tentu,” kata Deby.
Selain itu, penggunaan produk kecantikan juga akan merugikan dalam jangka panjang karena banyak produk kecantikan mengandung bahan kimia yang merugikan, misalnya bisa menyebabkan mutasi gen. ”Itu bisa mengubah gen yang sehat menjadi tidak sehat,” ujar Deby.
Sebaliknya, lebih aman apabila Anda mencegah proses penuaan secara klinis. Dalam pengobatan klinis, pasien harus melewati beberapa tahap pemeriksaan di laboratorium. Tujuan pemeriksaan ini melihat kadar hormon yang menjadi indikator muncul tidaknya anti-aging medicine, di antaranya adalah hormon estrogen, progesteron, testosteron, sex hormon binding globulin, cortisol (hormon stres), growth hormone, tiroid, dan pregnenolone.
Proses penuaan terjadi jika kadar hormon-hormon itu berkurang. Hal itu biasanya dialami wanita saat terserang menopouse, sementara pada laki-laki saat andropause. ”Namun, sebelum serangan itu terjadi, uji laboratorium bisa mendeteksinya secara lebih cepat,” kata Widya.
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan sampel darah pasien. Selain itu, pemeriksaan juga bisa dilakukan melalui tes sampel air ludah (saliva). ”Uji laboratorium akan menganalisis kadar hormon setiap sampel dan hasilnya akan disampaikan kepada pasien,” kata Widya.
Selain itu, masih ada cara lain untuk mengetahui status ”aging” seseorang, yakni dengan bone test density alias deteksi densitas tulang. ”Ini tidak jauh beda dengan cek osteoporosis atau kelainan tulang. Sebenarnya osteoporosis terjadi karena ada hormon yang kurang, terutama DHEA,” ujar Widya.
DHEA merupakan hormon pembentuk estrogen, progesteron, dan testosteron. ”Jadi, apabila hasil tes menunjukkan penurunan hormon DHEA, sudah pasti akan terancam kekurangan hormon estrogen, progesteron, dan testosteron,” kata Widya.
Dari air seni juga bisa diketahui apakah kita sudah mengalami serangan penuaan atau belum. Pemeriksaan ini dilakukan melalui tes urine kuantitatif selama 24 jam. Tujuannya untuk melihat kadar growth hormone. Cuma, pemeriksaan ini kurang praktis. Pasien harus mengumpulkan urine 24 jam, tanpa putus.
Setelah 24 jam, air seni yang terkumpul kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Namun, karena cara ini agak merepotkan, banyak orang enggan menjalaninya. ”Metodenya memang ribet, harus mengumpulkan urine selama 24 jam,” kata Widya.
JAKARTA, KOMPAS.com
20100311
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar