Zainab al-Khatib, muslimah asal Denmark, bisa jadi satu-satunya pemain sepakbola perempuan berjilbab saat ini. Kehadirannya seperti oase di tengah situasi yang masih menghangat akibat kasus pelecehan Rasulullah Saw oleh sejumlah media massa Denmark. Zainab baru-baru ini terpilih untuk memperkuat tim nasional kebelasan sepakbola perempuan Denmark, setelah Danish Football Association (DBU) memberi izin Zainab tetap mengenakan jilbabnya saat berlaga di lapangan hijau. Dan izin itu tidak hanya berlaku di Denmark, tapi juga untuk seluruh wilayah Eropa, jika Zainab memperkuat timnya di luar wilayah Denmark.
Kelihaian Zainab menggiring bola dan mencetak gol-gol yang spektakuler mengundang decak kagum. Tak heran kalau gadis berjilbab itu kini menjadi pusat perhatian para penggemar bola di Denmark. "Saya sangat senang saya bisa menjadi teladan di Denmark, " kata Zainab yang memulai karir sepakbolanya tiga tahun yang lalu.
Ia berhasil mencetak gol dan membawa kemenangan gemilang bagi timnya saat melawan tim Swedia belum lama ini. "Zainab memiliki kepribadian yang kuat, perilakunya selalu positif dan memberikan inspirasi baik di dalam maupun diluar lapangan, " kata pelatih Zainab, Troel Mansa.
"Dia adalah salah satu pemain terbaik saya. Saya senang bisa menjadi pelatihnya, " puji Mansa.
Zainab yang masih berusia 15 tahun itu, kini menempati posisi sebagai penyerang dalam timnya. Ia baru mengenakan jilbab setahun yang lalu. Ibundanyalah yang menolong Zainab mendisain jilbab yang nyaman dipakai saat ia bermain sepakbola.
"Ia memang seorang Muslim yang taat, dan kami layak mendukungnya untuk meraih impiannya dalam bidang olahraga. Saya bangga, Zainab bisa membuktikan bahwa mengenakan jilbab bukan berarti ia kehilangan haknya untuk menekuni olahraga, " kata Ibrahim al-Khatib, ayah Zainab.
Pelatih Zainab, Manas juga mengatakan bahwa jilbab Zainab tidak pernah menjadi kendala. "Kami hanya menaruh minat pada ketrampilan dan kepribadiannya. Saya tidak pernah mendengar ada pemain atau pelatih yang mengungkapkan keberatan tentang jilbabnya, " tukas Manas.
Zainab mengakui bahwa teman-teman satu timnya sangat memberikan dukungan padanya. "Mereka menerima saya, dan saya tidak mengalami hambatan apapun. Waktu tim kami melawan tim Swedia, beberapa pemain tercengang melihat jilbab saya, tapi tak satupun yang menyatakan keberatan, " kata Zainab.
Zainab menganggap masalah jilbab seharusnya tidak perlu diributkan."Saya merasa senang, bisa menyeimbangkan kewajiban agama dengan hobi saya, " sambungnya.
Menurutnya, ia ingin menunjukkan bahwa warga Muslim Denmark ingin berbaur dengan seluruh lapisan masyarakat. "Saya melihat diri saya sendiri sebagai seorang Muslim Denmark yang secara efektif memberikan kontribusi bagi masyarakat dan bangga bisa menjadi wakil negara ini di luar negeri, " tukas gadis keturunan Palestina yang juga aktif di lembaga sosial Islam di kotanya, Odense dan bercita-cita jadi dokter ini. Zainab beruntung bisa bebas mengenakan jilbabnya tanpa harus kehilangan kesempatan berprestasi di bidang olahraga yang digemarinya. Pasalnya, beberapa muslimah berjilbab tidak seberuntung Zainab. Pada Maret 2007, International Football Association Board (IFAB) menyatakan jilbab dilarang dalam permainan sepakbola, setelah seorang muslimah berjilbab Kanada dikeluarkan dari tim sepakbolanya karena mengenakan jilbab. Kemudian, pada Januari 2008, seorang muslimah siswa menengah di AS yang juga atlet lari, dikeluarkan dari kompetisi juga karena mengenakan jilbab. Pada November 2007, seorang anak perempuan berusia 11 tahun, dilarang ikut turnamen nasional Yudo di Kanada, karena ia mengenakan jilbab.
Kelihaian Zainab menggiring bola dan mencetak gol-gol yang spektakuler mengundang decak kagum. Tak heran kalau gadis berjilbab itu kini menjadi pusat perhatian para penggemar bola di Denmark. "Saya sangat senang saya bisa menjadi teladan di Denmark, " kata Zainab yang memulai karir sepakbolanya tiga tahun yang lalu.
Ia berhasil mencetak gol dan membawa kemenangan gemilang bagi timnya saat melawan tim Swedia belum lama ini. "Zainab memiliki kepribadian yang kuat, perilakunya selalu positif dan memberikan inspirasi baik di dalam maupun diluar lapangan, " kata pelatih Zainab, Troel Mansa.
"Dia adalah salah satu pemain terbaik saya. Saya senang bisa menjadi pelatihnya, " puji Mansa.
Zainab yang masih berusia 15 tahun itu, kini menempati posisi sebagai penyerang dalam timnya. Ia baru mengenakan jilbab setahun yang lalu. Ibundanyalah yang menolong Zainab mendisain jilbab yang nyaman dipakai saat ia bermain sepakbola.
"Ia memang seorang Muslim yang taat, dan kami layak mendukungnya untuk meraih impiannya dalam bidang olahraga. Saya bangga, Zainab bisa membuktikan bahwa mengenakan jilbab bukan berarti ia kehilangan haknya untuk menekuni olahraga, " kata Ibrahim al-Khatib, ayah Zainab.
Pelatih Zainab, Manas juga mengatakan bahwa jilbab Zainab tidak pernah menjadi kendala. "Kami hanya menaruh minat pada ketrampilan dan kepribadiannya. Saya tidak pernah mendengar ada pemain atau pelatih yang mengungkapkan keberatan tentang jilbabnya, " tukas Manas.
Zainab mengakui bahwa teman-teman satu timnya sangat memberikan dukungan padanya. "Mereka menerima saya, dan saya tidak mengalami hambatan apapun. Waktu tim kami melawan tim Swedia, beberapa pemain tercengang melihat jilbab saya, tapi tak satupun yang menyatakan keberatan, " kata Zainab.
Zainab menganggap masalah jilbab seharusnya tidak perlu diributkan."Saya merasa senang, bisa menyeimbangkan kewajiban agama dengan hobi saya, " sambungnya.
Menurutnya, ia ingin menunjukkan bahwa warga Muslim Denmark ingin berbaur dengan seluruh lapisan masyarakat. "Saya melihat diri saya sendiri sebagai seorang Muslim Denmark yang secara efektif memberikan kontribusi bagi masyarakat dan bangga bisa menjadi wakil negara ini di luar negeri, " tukas gadis keturunan Palestina yang juga aktif di lembaga sosial Islam di kotanya, Odense dan bercita-cita jadi dokter ini. Zainab beruntung bisa bebas mengenakan jilbabnya tanpa harus kehilangan kesempatan berprestasi di bidang olahraga yang digemarinya. Pasalnya, beberapa muslimah berjilbab tidak seberuntung Zainab. Pada Maret 2007, International Football Association Board (IFAB) menyatakan jilbab dilarang dalam permainan sepakbola, setelah seorang muslimah berjilbab Kanada dikeluarkan dari tim sepakbolanya karena mengenakan jilbab. Kemudian, pada Januari 2008, seorang muslimah siswa menengah di AS yang juga atlet lari, dikeluarkan dari kompetisi juga karena mengenakan jilbab. Pada November 2007, seorang anak perempuan berusia 11 tahun, dilarang ikut turnamen nasional Yudo di Kanada, karena ia mengenakan jilbab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar